Dewasa ini berbagai aliran muncul, di antara aliran tersebut ada yang menggunakan jargon "Ikuti / Kembali ke Al-Qur'an dan As-Sunnah", sekilas kelihatannya sangat bagus sekali, tapi... bagaimanakah caranya.? apakah langsung merujuk ke Al-Qur'an dan Hadits dan/atau hanya dengan terjemahan kemudian langsung menyimpulkan sebuah hukum.? atau melalui para ulama' serta para imam madzhab.? ingat.., bermadzhab bukan berarti bermusuhan.. sebagaimana dalam catatan : Bermadzhab = Permusuhan..??
maka: "yuuk... ikuti Ulama'", jika ditanyakan "ulama' yang mana.?" itu juga merupakan pertanyaan saya kalau saja tidak ada kalimat pembuka seperti di atas, Sebelum ada kalimat "yuuk... ikuti Ulama'.." silahkan dilihat sendiri kalimatnya apa, pasti bisa menyimpulkan.
Prinsip “Kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah” adalah benar secara teoritis, dan sangat ideal bagi setiap orang yang mengaku beragama Islam. Tetapi yang harus diperhatikan adalah, apa yang benar secara teoritis belum tentu benar secara praktis, menimbang kapasitas dan kapabilitas (kemampuan) tiap orang dalam memahami al-Qur’an & Sunnah sangat berbeda-beda. Maka bisa dipastikan, kesimpulan pemahaman terhadap al-Qur’an atau Sunnah yang dihasilkan oleh seorang ‘alim yang menguasai Bahasa Arab dan segala ilmu yang menyangkut perangkat penafsiran atau ijtihad, akan jauh berbeda dengan kesimpulan pemahaman yang dihasilkan oleh orang awam yang mengandalkan buku-buku ‘terjemah’ al-Qur’an atau Sunnah.
Telah terbukti hasilnya, kesesatan yang dihasilkan oleh Yusman Roy (mantan petinju yang merintis sholat dengan bacaan yang diterjemah), Ahmad Mushadeq (mantan pengurus PBSI yang pernah mengaku nabi), Lia Eden (mantan perangkai bunga kering yang mengaku mendapat wahyu dari Jibril), Agus Imam Sholihin (orang awam yang mengaku tuhan), dan banyak lagi yang lainnya. Dan kesesatan mereka itu lahir dari sebab ‘Kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah’ secara tekstual tanpa memperhatikan kompetensi dan kualifikasi yang harus dilalui dalam mendalami dalil, mereka merasa benar dengan caranya sendiri atau mengikuti seseorang yang memiliki konsep dengan jalan pikirannya sendiri tanpa kesepakatan Jumhur Ulama'.
KENAPA KITA HARUS BERMADZHAB DAN TAQLID PADA ULAMA.?
Syeikh Nashiruddan al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah serta